MEMPRIORITASKAN
KUALITAS
ATAS KUANTITAS
Yang paling penting adalah keimanan dan kemauan,
bukan jumlah yang banyak.
Di antara hal-hal terpenting yang
perlu dipriroritaskan menurut pandangan syariat ialah: Mendahulukan kualitas
dan jenis urusan atas kuantitas dan volume pekerjaan. Yang perlu mendapatkan
perhatian kita bukanlah banyak dan besarnya persoalan yang dihadapi, tetapi
kualitas dan jenis pekerjaan yang kita hadapi.
Al Qur’an sangat mencela terhadap
golongan mayoritas apabila di dalamnya hanya diisi oleh orang-orang yang tidak
berakal, tidak berilmu, tidak beriman dan tidak bersyukur; sebagaimana
disebutkan dalam beberapa firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala berikut ini;
“… akan tetapi kebanyakan mereka
tidak memahaminya.”
(QS. Al-Ankabut: 63)
“… akan tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui.”
(QS. Al A’raf: 187)
“… akan tetapi kebanyakan manusia
tidak beriman.”
(QS. Hud: 17)
“… akan tetapi kebanyakan manusia
tidak bersyukur.”
(QS. Al Baqarah: 243)
“Dan jika kamu menuruti
kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu
dari jalan Allah…”
(QS. Al An’am: 116)
Pada masa yang sama, Al Qur’an
memberikan pujian terhadap kelompok minoritas apabila mereka beriman, bekerja
keras, dan bersyukur; sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
“… kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…”
(QS.
Shad: 24)
“… dan sedikit sekali
hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.”
(QS. Saba’: 13)
“Dan ingatlah (hai para
muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit lagi tertindas di muka bumi…”
(QS. Al-Anfaal: 26)
“Maka mengapa tidak ada dari
umat-umat sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang
daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di
antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka…”
(QS. Hud: 116)
Oleh karena itu, tidaklah penting
jumlah manusia yang banyak, akan tetapi yang paling penting ialah banyaknya
jumlah orang Mu’min yang shaleh.
Hadits Nabi pernah menyebut
jumlah manusia yang banyak:
“Menikahlah kamu, kemudian
berketurunanlah, agar jumlah kamu menjadi banyak, karena sesungguhnya aku
bangga dengan jumlahmu yang banyak atas umat-umat yang lain.”
(HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
Akan tetapi Rasulullah Sholallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak
membanggakan kebodohan, kefasikan, kemiskinan dan kezaliman umatnya atas
umat-umat yang lain. Namun beliau membanggakan orang-orang yang baik, bekerja
keras dan memberikan manfaat kepada orang lain.
Rasulullah
Sholallahu 'Alaihi Wa Sallam pernah bersabda,
“Manusia itu bagaikan unta, di
antara seratus ekor unta itu engkau belum tentu menemukan seekor yang boleh
dijadikan sebagai tunggangan.”
(Muttafaq ‘Alaih)
Kita senang sekali dengan
kuantitas danjumlah yang banyak dalam segala sesuatu, dan suka menonjolkan
angka beribu-ribu dan berjuta-juta; tetapi kita tidak banyak memperhatikan apa
yang ada dibalik jumlah yang banyak itu, dan apa yang terkandung di dalam
angka-angka tersebut.
Al-Qur’an menyebutkan kepada kita
bagaimana tentara Thalut, yang jumlahnya sedikit dapat mengalahkan tentara
Jalut, yang jumlahnya banyak:
“Maka tatkala Thalut keluar
membawa tentaranya, ia berkata, “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan
suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku.
Dan barangsiapa tiada meminumnya kecuali menciduk seciduk tangan, maka ia
adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara
mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah
menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata. “Tidak ada
kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya. “Orang-orang
yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi
golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.
Dan Allah beserta orang-orang yang sabar. Tatkala Jalut dan tentaranya telah
nampak oleh mereka, merekapun berdo’a, “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran
atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap
orang-orang kafir.” Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan
izin Allah…”
(QS. Al Baqarah: 249-251)
Al-Qur’an menyebutkan kepada kita
bagaimana Rasulullah
Sholallahu 'Alaihi Wa Sallam dan para sahabatnya dapat memperoleh kemenangan pada
Perang Badar, padahal jumlah mereka sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah
musuh mereka, kaum musyrik yang jumlahnya sangat banyak.
“Sungguh Allah telah menolong
kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang
lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya.”
(QS.
Ali ‘Imran: 123)
Pada saat yang lain, kaum
Muslimin juga hampir menderita kekalahan pada Perang Hunain, karena mereka melihat
kepada kuantitas dan bukan kualitas, sehingga mereka membanggakan diri dengan
kuantitas, dan meremehkan kekuatan ruhaniah, serta kemahiran berperang.
Kemudian pada awal peperangan mereka terkepung, sehingga mereka baru mengetahui
dan menyadari lalu bertobat; dan Allah memberikan kemenangan kepada mereka,
dengan memberikan bantuan kekuatan tentara yang tidak mereka lihat.
“Sesungguhnya Allah telah
menolong kamu (hai para Mu’min) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu
kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah, maka jumlah yang banyak itu tidak
memberi manfaat kepada kamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa
sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai. Kemudian
Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang
beriman dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya dan Allah
menimpakan bencana kepada orang-orang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada
orang-orang yang kafir.”
(QS. At Taubah: 25-26)
Telah dijelaskan di dalam
Al-Qur’an bahwa apabila keimanan dan kemauan kuat atau kesabaran telah
berkumpul dalam diri manusia, maka kekuatannya akan menjadi sepuluh kali lipat
jumlah musuh-musuhnya, yang tidak memiliki keimanan dan kemauan. Allah Subhanahu Wa Ta'ala
berfirman:
“Hai nabi, kobarkanlah semangat
para Mu’min itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara
kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada
seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu
daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak
mengerti."
(QS. Al Anfaal: 65)
Yang demikian itu ialah ketika
keadaan mereka kuat. Sedangkan ketika mereka dalam keadaan lemah, maka kekuatan
itu hanya menjadi dua kali lipat kekuatan musuh, sebagaimana diisyaratkan dalam
ayat ini:
“Sekarang Allah telah meringankan
kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika di
antaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus
orang; dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat
mengalahkan dua ribu orang dengan izin Allah…”
(QS. Al Anfaal: 66)
Oleh karena itu, yang paling
penting ialah keimanan dan kemauan, dan bukan jumlah yang banyak. Barangsiapa mau membaca siroh Rasulullah
Sholallahu 'Alaihi Wa Sallam ,
maka dia akan mengetahui bahwa sesungguhnya perhatian beliau tertumpu kepada
kualitas dan bukan kuantitas.
Dikutip dari: Dr. Yusuf Qaradhawi. Fiqh Prioritas, Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah. Robbani Press, Jakarta, 1998.