KITA DICIPTAKAN ALLAH
SEBAGAI MAKHLUK YANG KUAT
Tidak ada pilihan lain jika kita ingin menang,
kita harus menjadi orang-orang kuat
Kita diciptakan Allah sebagai
makhluk yang kuat menjalani fungsi dan tuntutan hidup. Mampu bertahan untuk
terus melangkah, mencari celah dan terobosan hingga sampai ke tujuan, meski
diterpa banyak ujian dan rintangan. Mampu mengatasi ragam kesulitan untuk
mencapai sasaran yang dituju. Memang itulah sunnah atau garis hidup yang
ditentukan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Manusia pasti lebih istimewa
ketimbang hewan. Hewan saja, diciptakan Allah mempunyai kemampuan unik
masing-masing yang membuatnya bisa beradaptasi dan bertahan hidup sesuai dengan
tuntutan alamnya. Ya, setiap jenis binatang memiliki keistimewaan dan kekhasan
sendiri yang mendukungnya untuk bisa menjalani hidup di dunianya yang khas.
Seperti itu jugalah Allah
Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan
manusia. Kita diciptakan dengan sempurna dan perangkat lengkap untuk bisa
melewati hidup ini dengan sukses. Struktur tubuh manusia, kemampuan fisik,
mental dan pikirannya telah didesain sedemikian sempurna hingga manusia
ditakdirkan pasti bisa melewati ragam permasalahan hidup dari tuntutan hidup
yang harus ia jalani. Hingga sebenarnya, tantangan dan kesulitan hidup apapun
yang dihadapi seorang manusia, bukan alasan yang bisa diterima untuk menjadikan
seseorang lemah dan bertekuk lutut. Dan jika kita mau, Islam sangat mampu
membentuk diri kita menjadi orang-orang yang kuat, dan tidak menjadi
orang-orang lemah.
Tengoklah bagaimana Allah
Subhanahu Wa Ta'ala menolak alasan orang-orang yang tidak berhijrah dengan alasan bahwa mereka
adalah mushtadh’afiin (orang-orang yang
lemah sehingga tertindas).
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan
menganiaya diri sendiri. (Kepada mereka) Malaikat bertanya: “Dalam keadaan
bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas
(mustadh’afiin) di negeri (Mekah)”. Para Malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah
itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?” Orang-orang itu tempatnya
neraka jahannam, dan jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.”
(QS.
An Nisa: 97).
Yang dimaksud dengan orang yang
menganaiaya diri mereka sendiri di dalam ayat di atas adalah, kaum Muslimin
Makkah ketika itu, yang tidak mau nhijrah bersama Nabi sedangkan mereka
mempunyai kemampuan untuk hijrah. Mereka tidak menggunakan kekuatan mereka
untuk memilih jalan kebenaran yang telah terhampar di hadapan. Karena itulah,
kekuatan mereaka terampas dari diri mereka sendiri. Mereka menjadi lemah dan
tertindas.
Bumi ini memang bukan tempat
orang-orang lemah. Dunia ini bukan tempat orang-orang yang tidak menggunakan
potensi kekuatannya sehingga mereka tidak mempunyai daya mengarungi hidup.
Orang lemah tidak akan bisa mencapai tujuan, karena ia terlalu sibuk dengan
hal-hal yang berkisar di dalam dirinya sendiri yang menjadikannya tidak berani
menentukan sikap dan mengambil keuputusan. Orang lemah selalu sangat dihantui
rasa ragu lalu menjadi tidak percaya diri, tidak yakin dengan kemampuan diri,
takut oleh gambaran tentang kegagalan atau dihantui bayangan kepahitan jika
salah mengambil keputusan. Hingga akhirnya seseorang tidak melakukan apapun,
tidak memiliki pengalaman dan tidak berhasil membukukan prestasi apa-apa.
Seseorang bisa kehilangan
“keingingan” saat ia tidak memiliki pijakan dan tujuan hidup. Orang yang tidak
memiliki tujuan hidup tak pernah berpikir tentang bagaimana memperjuangkan
hidupnya, apalagi untuk menang dalam hidup. Itu sebabnya kenapa orang lemah
tidak mungkin meraih kemengangan, karena orang yang lemah itu sendiripun tak
pernah mengerti akan kemana arah yang ia tuju, apa target hidup yang harus ia
capai, apa yang terbaik untuknya. Karenanya, tidak ada pilihan lain jika kita
ingin menang, kita harus menjadi orang-orang kuat. Dan kita tak mungkin menjadi
orang kuat sampai kita mampu menapaki satu demi satu anak-anak tangga kekuatan
itu hingga kita memperoleh kekuatan dan berhasil melewati aral yang merintangi
jalannya. Kita tidak mungkin menjadi orang kuat jika kita terus tenggelam dalam
satu ruang gelap, yakni kelemahan diri.