Halaman

Ridho terhadap Takdir Allah

RIDHO TERHADAP TAKDIR ALLAH

Ada dua sikap yang muncul dari seorang hamba ketika menyikapi sesuatu yang tidak disukai: ridho dan sabar

Yang dimaksud dengan ridho adalah sebuah keutamaan yang disunahkan untuk dia kerjakan. Sedangkan sabar merupakan sesuatu yang wajib dikerjakan oleh seorang muslim. Orang ridho terkadang memperhatikan bahwa musibah yang diterima seorang hamba mengandung hikmah dari Dzat Yang memberikan musibah dan dan kebaikan untuk dirinya. Orang yang ridho tidak berburuk sangka terhadap takdir-Nya. Bahkan terkadang dia juga memperhatikan kebesaran, keagungan dan kesempurnaan Dzat Yang memberi musibah tersebut. Dia akan hanyut untuk menyaksikan kebesaran Tuhannya sehingga dia tidak lagi merasakan sakit karena musibah yang sedang dialaminya. Inilah yang dikerjakan oleh orang-orang yang ahli ma'rifat (mengenal Allah) dan cinta kepada Allah. Malah terkadang karena musibah itulah mereka merasa nikmat dengan pengamatan hati mereka terhadap kebesaran kekasih mereka (Allah Subhanahu Wa Ta'ala).


Perbedaan antara ridho dan sabar adalah sebagai berikut. Sabar itu adalah upaya untuk menahan jiwa agar jangan sampai tidak rela - sekalipun dia tetap merasakan pedihnya musibah - dan berangan-angan agar musibah itu segera lenyap. Selain itu, sabar juga berarti menahan anggota tubuh mengerjakan sesuatu yang didasari rasa mengeluh. Sedangkan ridho adalah lapangnya dada dan keluasannya menerima takdir. Dia sama sekali tidak memiliki keinginan agar musibah itu lenyap - sekalipun inderanya memang merasakan kepedihan musibah itu -. Akan tetapi perasaan ridho semakin membantu hatinya untuk bertambah yakin dan semakin mengenal Allah. Namun jika keridhoannya telah kuat, maka rasa sakit akibat musibah yang dideritanya akan hilang tanpa tersisa.

At-Tirmidzi meriwayatkan dari Anas, dari Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda:

"Sesungguhnya jika Allah mencintai sebuah kaum, maka Dia akan menurunkan cobaan kepada mereka. Barangsiapa yang ridho, maka dia (akan mendapatkan) keridhoan (Allah). Dan barangsiapa tidak ridho, maka dia (akan mendapatkan) murka (Allah)."
(HR. At-Tirmidzi)

Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu berkata, "Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan keadilan dan pengetahuan-Nya telah menjadikan kegembiraan dan kebahagiaan di dalam keyakinan dan ridho. Allah telah menjadikan gundah dan sedih berada pada keraguan dan ketidakridhoan."

Alqaman berkomentar tentang firman Allah Ta'ala, "Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya," (QS. At-Taghaabun [64]: 11) bahwa, ayat tersebut berkaitan dengan musibah yang menimpa seseorang. Dia mengetahui bahwa musibah itu berasal dari Allah. Oleh karena itu, dia menerima dan ridho terhadap musibah itu.

Abu Mu'awiyah Al Aswar telah mengomentari firman Allah Ta'ala, "Maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik." (QS. An-Nahl [16]: 97) bahwa, yang dimaksud dengan ayat itu adalah ridho dan rasa qona'ah (menerima apa yang ada).

Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu telah menyaksikan Adi bin Hatim sedang besedih hati. Lantas dia berkata, "Mengapa aku melihatmu sedang bersedih dan gundah gulana?" Adi menjawab, "Apa yang bisa mencegahku untuk bersedih. Putera-puteraku telah terbunuh, sedangkan kedua mataku telah tercungkil." Ali berkata, "Wahai adi, berangsiapa ridho dengan takdir Allah yang menimpanya, maka dia akan mendapatkan pahala. Namun barangsiapa tidak ridho dengan takdir Allah maka (pahala) amalnya akan dilebur."

Abu Darda' radhiallahu 'anhu mengunjungi seorang lelaki yang telah meninggal dunia dan sebelumnya orang itu telah memuji Allah. Lantas Abu Darda' berkata "Kamu telah bersikap benar. Sesungguhnya apabila Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah memutuskan sebuah takdir, maka Dia sedang jika disambut dengan ridho."

Al Hasan berkata, "Barangsiapa ridho terhadap apa yang dibagikan kepadanya, maka Allah akan melapangkan dan memberikan berkah kepadanya pada apa yang dia terima. Dan barangsiapa tidak ridho, maka Allah tidak akan melapangkan dan tidak memberikan berkah kepadanya untuk apa yang dia terima."

Umar bin Abdul Aziz berkata, "Tidak ada rasa gembira kecuali setelah merasakan takdir Allah (musibah)." Dia ditanya, "Apa yang menurutmu nyaman?" Umar menjawab, "Apa yang ditakdirkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Abdul Wahid bin Zaid berkata, "Ridho itu merupakan pintu Allah yang paling agung, surga dunia dan waktu istirahat untuk orang-orang yang ahli beribadah."

Sebagian ulama berkata, "Di akhirat Allah tidak akan melihat derajat yang lebih tinggi daripada derajat yang dimiliki orang-orang yang ridho. Barangsiapa yang telah diberikan sifat ridho, maka sesungguhnya dia telah mencapai derajat yang paling utama."

Dikutip dari: Kumpulan Tulisan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Pustaka Azzam, 2010.